”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku.” (QS. Al-Baqarah [2] : 43).
Perintah shalat adalah perintah Allah dalam Al-Qur'an yang paling sering
disebutkan. Shalat adalah ibadah ritual yang diawali dengan gerakan Takbiratul
Ikhram dan diakhiri dengan salam, dimana di antaranya dilakukan gerakan-gerakan
khusus seperti sujud dan ruku’. Shalat pada dasarnya adalah sebuah ibadah dalam
rangka mengingat Allah Azza wa Jalla. Allah berfirman bahwa mengingat kebesaran
Allah melalui shalat adalah merupakan ibadah yang terbesar keutamaannya.
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).” (QS. Al-Ankabuut [29] : 45).
Namun pada kenyataannya, mengapa di negeri kita tercinta Indonesia yang
merupakan negeri berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia ini masih juga
banyak terjadi perbuatan keji dan mungkar? Pembunuhan, korupsi, riba, perkosaan,
perselingkuhan, pergaulan bebas, hingga kaum perempuan yang dengan tanpa rasa
bersalah sedikit pun memamerkan aurat, dan lain sebagainya masih saja terus
saja terjadi.
Padahal pada setiap musim haji, di padang Arafah yang terletak nun jauh di
sana, negeri ini selalu menjadi negeri ‘pengekspor’ jama'ah haji terbesar di
dunia! Demikian pula pada hari-hari besar Islam seperti Idhul Fitri dan Idhul
Adha, bahkan juga pada setiap shalat Jum'at, jama'ah selalu memadati
masjid-masjid dan lapangan untuk menunaikan ibadah shalat. Mungkinkah Allah
ingkar janji? Atau mungkinkah shalat kita yang salah?
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya." (QS. Al-Ma'uun [107]
: 4-6).
Perbuatan riya adalah perbuatan pamer, perbuatan yang dikerjakan dalam
rangka mencari perhatian dan pujian seseorang, bukan mencari ridha Allah SWT.
Shalat yang demikian bukan saja amat dibenciNya, namun juga malah mendatangkan
kecelakaan. Inilah yang menjadi penyebab mengapa bangsa ini terus saja didera
penderitaan dan kesengsaraan. Karena amal perbuatan baik sebesar apa pun, bila
dikerjakan tanpa dasar mencari ridhoNya, sama dengan mempersekutukanNya. Maka
dengan demikian sia-sialah amalan tersebut.
“Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Az-Zumar [39] : 65).
Selain itu, agar shalat dapat mencegah kemungkaran, ada lagi persyaratan
penting yang wajib dipenuhi, yaitu kekhusyukan. Khusyu’ yang bagaimanakah itu?
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan)
shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan
menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya." (QS.
Al-Baqarah [2] : 45-46).
Seseorang yang melakukan shalat tanpa keyakinan akan adanya Hari Akhir, Hari
Berbangkit, serta Hari Pembalasan, mustahil shalatnya itu dapat mencegahnya
dari perbuatan buruk. Allah bahkan berfirman bahwa orang yang tidak meyakini
hal tersebut, tempat kembalinya adalah neraka yang menyala-nyala.
"Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Sesungguhnya aku
dahulu (di dunia) mempunyai seorang teman yang berkata, "Apakah kamu sungguh-sungguh
termasuk orang-orang yang membenarkan (hari berbangkit)? Apakah bila kita telah
mati dan kita telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kita
benar-benar (akan dibangkitkan) untuk diberi pembalasan?" Berkata pulalah
ia, "Maukah kamu meninjau (temanku itu)?" Maka ia meninjaunya, lalu
ia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala." (QS.
Asf-Shaffaat [37] : 51-55).
”Maka apakah kita tidak akan mati? Melainkan hanya kematian kita yang
pertama saja (di dunia), dan kita tidak akan disiksa (di akhirat ini)?
Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar. Untuk kemenangan serupa ini
hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja." (QS. Ash-Shaffaat [37] :
58-61).
Dengan demikian, seseorang yang mengerjakan shalat tanpa memiliki keyakinan
akan Hari Pembalasan, akhirnya hanya melakukan shalat sebatas ritual, sebatas
kebiasaan sehari-hari yang sama sekali tidak mampu memberikan manfaat.
Celakanya lagi, Allah memasukkan orang-orang seperti ini ke dalam golongan
orang-orang yang Munafik. Dan tempat kembali orang Munafik adalah di dasar
neraka jahanam!
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang
paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang
penolong pun bagi mereka." (QS. An-Nisa [4] : 145).
Memang tak ada seorang pun manusia yang dapat kembali ke dunia untuk
membuktikan bahwa dirinya telah merasakan siksa neraka atau menerima kenikmatan
di surga, namun sebagai seorang Mukmin, cukuplah kita meyakini apa yang
dikatakan Al-Qur'an dan RasulNya. Maka dengan demikian, disamping shalat kita
diterimaNya, shalat pun mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Karena
sesungguhnya, bahkan Rasulullah pun, takut akan siksa dan azabNya.
Wallahu a'lam bish-shawab.
dicopykan dari tulisan mbak Shylvia nurhadi di kota santri..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar